Gambar: Nola, Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan PB Formmalut Jabodetabek |
Morotainews.com - jakarta - Insiden pelecehan seksual terhadap seorang anak di bawah umur, yang dilakukan oleh seorang anggota polisi dengan inisial HS di Kepulauan Sula, telah mengejutkan dan mengundang kecaman dari berbagai pihak. Tindakan tersebut telah memicu gelombang protes dan tuntutan akan penegakan hukum yang tegas.
Sebagai negara yang telah menandatangani dan meratifikasi Konvensi Hak Anak, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak-hak anak, termasuk hak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi dan pelecehan seksual. Namun, kejadian ini menyoroti kegagalan sistem dalam memberikan perlindungan yang memadai kepada anak-anak, terutama ketika pelaku adalah seorang anggota polisi yang seharusnya menjadi penegak hukum yang bertanggung jawab.
Nola, Kabid Pemberdayaan Perempuan dari Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB-FORMMALUT) di Jabodetabek, mengecam tindakan tersebut dan menuntut tindakan tegas dari pihak berwenang. "Kami sangat menyayangkan insiden ini dan menuntut agar Kapolres Kepulauan Sula, AKBP Kodrat Muh. Hartanto, segera mengambil langkah sesuai hukum yang berlaku," ujarnya.
Nola juga meminta kepada Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol. Midi Siswoko, S.I.K., untuk segera mengevaluasi kinerja Kapolres Kepulauan Sula dalam menangani kasus ini. "Kami tidak boleh membiarkan anggota kepolisian yang melakukan tindakan seperti ini untuk terus bertugas. Mereka harus dipecat dan diadili sesuai dengan hukum yang berlaku," tambahnya.
Meskipun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak telah mengatur pidana maksimal 15 tahun bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak, dalam Pasal 81 dan 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak ini diatur bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak dipidana penjara maksimal 15 tahun dan dalam Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) huruf j Undang-Undang No 35 Tahun 2014, Nola menganggap bahwa hukuman tersebut tidak sebanding dengan trauma dan penderitaan yang dialami korban. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya sistem peradilan yang lebih adil dan efektif dalam menangani kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak.
Sebagai Anak Kandung dari Maluku Utara Nola dan PB-FORMMALUT bersikap teguh dalam menuntut keadilan bagi korban dan memastikan bahwa kasus ini tidak akan terlupakan begitu saja. Mereka berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak anak dan mendorong perubahan positif dalam penegakan hukum di Indonesia.