Gambar: Istimewa |
Morotainews.com - Jakarta - Dalam kegiatan Diskusi Publik bacarita Maluku Utara dengan tema Urgensi Industri Pertambangan & Masa Depan Maluku Utara yang di selengarakan PB Formmalut Jabodetabek pada sabtu 25 mei 2024 di Caffe Reckha Jakarta Timur, adalah suatu pertanyaan mendasar, yang wajib di jawab, korelasi kemakmuran dalam Interpretasi Konstitusi pada Pasal 33 Ayat 3, apakah dapat di wujudkan,?.konon masih tertati-tati di wilaya Implementasi untuk pro pada kepentingan kesejateraan rakyat di Maluku Utara, Ucapnya moderator Ubay.
5 narasumber, di antaranya Ketua Umum PB Formmalut Jabodetabek M. Reza A Syadik, Rianda Barmawi (Pemerhati Ekonomi), Adim Rajak (Akademisi), Mursalin Ishak (Mahasiswa Doktor IPB) dan Aster (Magister UI Perempuan asal Halmahera Utara.
Ketum PB Formmalut Jabodetabek M. Reza A. Syadik memaparkan terkait, Agresifitas Liberlisasi aspek kebijakan di pusat, melalui terhapusnya pasal 8 UU NO 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU NO 4 Tahun 2009 (UU Minerba), menjadi pintu masuk tereduksinya kewenangan hak otonom daerah, yang meyebabkan Pemerintah daerah tidak bisa ngapa-ngapian dalam menajaga kelestarian alam, apalagi menghindari agar tidak terjadi Deforestasi hingga Erosi pada aspek lingkungan agak sulitlah.
Di lain sisi problem Maluku Utara saat ini adalah adanya indikasi Elit Politik Daerah yang bermain menjadi bagian dari bandit dalam wilaya memanfaatkan Perusahaan Tambang sebagai sarana bergening untuk memuluskan agenda politik kepentingan.
Adim Rajak, Akademisi, memberi pemantik spesial tentang, Sektor pertambangan di Maluku Utara yang menjadi primadona terbesar yg menyumbang PAD Terbesar di Maluku Utara.
Pasalanya, Sejalan dengan primadona tersebut seharusnya pembangunan dari segala sektor secara keseluruhan mestinya segera dibenahi baik pemerintah propinsi Maluku maupun para corporation. Hal ini agar segera mendorong bentuk ketertinggalan pembanguna infrastruktur maupun sektor pembangunan dibidang lainnya.
Disisi lain sektor pertambangan walaupun menjadi penghasilan utama yg ada di perut bumi Maluku Utara, tapi konteks pengelolaan CSR juga harus mendorong kepastian pendidikan bagi generasi muda Maluku utara agar mampu menyediakan stok SDM Yang mumpuni pasca tambang kedepannya ini yang perlu dibutuhkan implementasi langsung dari sentuhan corporat yang ada di Maluku Utara.
Juga penting memperhatikan spektrum lingkungan mestinya di jaga dari berbagai pencemaran untuk melestarikan ekosistem dari ancaman pertambangan agar konteks lingkungan tidak terkontaminasi oleh pengaruh limbah, ornikel dan lainya yg dapat mematikan hasil kekayaan sektor kelautan yg sejak puluhan tahun digeluti oleh masyarakat yg bergerak pada hasilan nelayan untuk mencukupi kebutuhannya. ujarnya Adim Rajak.
Mursalin Ishak menyentil Dampak pertambangan konon merusak ekologi dan menyumbang emisi gas rumah kaca setiap tahunnya, hal ini menjadi perhatian global beriringan dengan isu perubahan iklim yang akhir2 dirasakan dampaknya di berbagai Negara.
Banyak undangan-undang dan peraturan menteri yang dilahirkan untuk melindungi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yg ada di Indonesia. akan tetapi implementasi dari peraturan yg menumpuk itu selalu kalah dengan kepentingan ekstraksi pertambangan yang akhir-akhir ini gencar dilakukan oleh pemerintah pusat dan investor.
Mursalin Ishak memaparkan pentingnya, memuulihkan kembali ekosistem sungai,mangrove dan ekosistem laut, yang suda tercemari oleh limbah tambang yang ada di Maluku Utara. terutama sungai sungai halmahera secara umum.
Kedua Pemerintah daerah semestinya membangun kebijakan dan keputusan sesuai Sosio kultur orang Maluku Utara terutama sektor agraris dan maritim. Sebagai poros pertanian, perikanan, dan peternakan yang nantinya hadir menjadi kompas peradaban dan kemajuan negeri para Sultan, Ucapnya Mursalin Ishak Mahasiswa Doktor IPB.
Aster wanita asal Halmahera Utara, memaparkan bahwa Hilirisasi Industri melalui pertambangan nikel itu menyebabkan dampak kerusakan lingkungan dan dampak itu tidak sama dirasakan oleh masyarakat terutama di lingkar tambang, misalnya kelompok rentan seperti O’hongana Manyawa, perempuan dan anak-anak mengalami dehumanisasi dari industrialisasi. O’hongana Manyawa terusir dari ruang hidupnya, beban perempuan diperburuk dan ancama terhadap masa depan penghidupan generasi Maluku Utara.
Sungai Sagea tercemar mama-mama disana yang mengalami penderitaan yang besar, dalam struktur masyarakat terutama Malut yang patrilinier, beban-beban mencari air itu di tanggung hanya oleh perempuan, pengasuhan dan mengurus rumah tangga juga hanya perempuan, kondisi yang telah ada diperburuk lagi oleh masalah-masalah yang di timbukkan oleh industrialisasi. selanjutnya ketika kerusakan ekologis ini juga telah memicu perlawanan diam dari perempuan mulai dari menggosip hingga penolakan, semua itu tanda bahwa tubuh perempuan adalah arena dan medan perjuangan di mana pertarungan politik global dan ambisi pembangunan yang patriarkhi berkelindan dan pada akhirnya untuk mengetahui sebesar apa daya rusak ekologis dari industrialisasi ini maka lihatlah pada tubuh perempuan dan untuk itu mitigasi dan intervensi pembangunan haruslah di mulai dari perempuan.
Rianda Barmawi (Pemerhati Ekonomi), memaparkan, bahwa investasi industri pertambangan datang harusnya tidak untuk melibas ruang pendapatan masyarakat yang menyebabkan stag kesejateraan, tetapi lebih daripada itu, perlu memikirkan nasib kesejateraan rakyat di lingkup tambang pada khususnya dan Maluku Utara pada umumnya.
Kelemahan sistem saat ini, yaitu melaksanakan desentralisasi setengah hati, yang menyebabkan adanya daya rusak pada lingkungan di Provinsi Maluku Utara, yang mana tidak dapat di control oleh Pemerintah daerah itu sendiri, dikarnakan ada pembajakan kebijakan daerah secara nasional, melalui hilangnya hak otonomi daerah.