Gambar: Koordinator Reza A Syadik |
Morotainews.com - Jakarta - Provinsi Maluku Utara pada sektor pertambangan Nikel, menjadi satu wilayah yang memberi kontribusi secara Nasional. Meski demikian, masih dalam sikon yang menghawatirkan, padahal segala sumber daya alam seperti Nikel begitu sangat menjanjikan kesejahteraan namun masih jauh dari harapan.
Disisi lain Prihal kejahatan tambang masif dalam praktek dan aktif banyak menyeret pejabat Negara dan daerah, posisi ini seakan terlihat adanya perampokan masal sumber daya alam oleh para bandit anak bangsa itu sendiri, yang mana di kendalikan pemodal.
Arus yang tidak dapat di bendung didalam konteks pusaran konspirasi ataupun kongkalikong tambang telah menggurita, dimana terkonfirmasi setelah adanya pejabat Negara pada rabu tanggal 10 oktober 2023 telah menyeret Eks Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin ditetapkan sebagai tersangka, didalam kasus tambang nikel ilegal,
Ini tentu mejadi problem yang menjadi sorotan publik apalagi anak bangsa Indonesia yang berasal dari Provinsi Maluku Utara, tentu memiliki kewajiban khusus untuk menjaga tanah air yang Negerinya sedang di ekspolitasi habis-habisan.
Pasca KPK menetapkan 7 Tersangka bandit-bandit daerah di Maluku Utara yang didalamnya juga melibatkan Eks Gubernur Maluku Utara pada 2023, tentu memberi tanda masih banyak lagi yang diduga, para pelaku mafia tambang yang terlibat, Transparency International Indonesia (TII), juga merilis pada 26 Februari 2024 didalam study kasus Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, tentu hal ini akan menjadi kajian strategis bagi aktivis Maluku Utara yang berada di jakarta, untuk mengkonsolidasikan gerakan akbar, dalam rangka melawan jenis-jenis kejahatan mafia tambang yang di bangun oleh pejabat-pejabat regional dan pusat serta bandit-bandit yang bergening secara politik.
Meski tidak secara universal pada sektor tambang Provinsi Maluku Utara, tetapi memiliki ancaman yang serius sebab kita tidak menginginkan adanya indikasi menyampingkan prinsip keadilan dan berdampak pada sosial-ekologi.
Hal ini suda saatnya digemakan kembali bagi kalangan aktivis intelektual Maluku Utara untuk menengok kembali pemikiran seoarang Filsuf André Gorz yang merupakan salah satu pelopor ekologi politik di Perancis, yang mana pernah memberikan peringatan bahaya kapitalisme hijau, tekno-solutionisme, dan tekno-fasisme sejak tahun 1970-an.
Menurut Andre Gorz, hanya dengan mengurangi produksi dan konsumsi kita dapat mengurangi kerusakan sumber daya dan dampak lingkungan, Gorz juga menganjurkan penghematan sejati dalam produksi dan konsumsi untuk menghemat energi dan material, tentu dari gambaran sederhana seoarang Gorz memberi alarm, kita memerlukan adanya stabilitas melalui sistem pemerintahan yang mana, mampu menyiapkan cadangan sebagai kebutuhan keberlanjutan dalam aspek bertambangan untuk kebutuhan keberlanjutan masa depan, " Kalaulah SDA pertambangan kita di eksploitasi dan di eksplorasi secara masif, maka tifak menutup kemungkinan menjadi malapetaka di masa yang akan datang. Menyelamatkan lingkungan menjadi sangat perlu, demi keberlangsungan hidup.
Temuan Global Sustainability Study 2021, sebuah survei dengan 10.281 responden dari 17 negara, menunjukkan bahwa 78% responden merasa bahwa keberlanjutan lingkungan itu penting, ini tentu menjadi kesadaran serius akan dampak lingkungan yang menjadi catatan penting.
Dulu para filsuf terkemuka juga pernah mengkritik ekstraksi alam demi kepentingan aristokrat, sampai Beranjak ada ke abad 18, mulai muncul pemikiran tokoh-tokoh, seperti Thomas Malthus, Jean Baptiste Fourier, dan Henry David Thoreau yang menjadi dasar gerakan perlindungan alam, maka kita juga perlu menjaga lingkungan, agar tidak di rusaki atas kepentingan bandar dan bandit.
Bagi kami, Produksi kapitalis lebih mengutamakan kemaksimalan keuntungan dibandingkan memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan daerah setempat, apalagi tanpa ada solusi stabilitas sumber daya alam di sektor tambang, dalam konteks merawat kelestarian alam di suatu daerah agar tidak adanya mencemarkan secara signifikan, seharunsya ini menjadi tugas pemerintah secara struktur kekuasaan Negara.
Tanpa melakukan praktek monopoli kebijakan yang terkesan sentralistik, dimana kita bisa melihat di hapusnya pasal 8 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sama halnya mereduksi desentralisasi yang seakan-akan, hak otonomi di suatu daerah, tidak lagi difungsikan sebagai pengontrol daerahnya sendiri yang sedang terancam dalam aspek Ekologi, dan rawan praktek korupsi besar-besaran melalui pemerintahan pusat hingga Daerah dalam skandal konpirasi kongkalikong sektor tambang.
Problem darurat perselingkuhan elit politik regional yang masuk pada pusaran oligarki nikel dan mafia tambang, Provinsi Maluku Utara juga menjadi perhatian khusus untuk di libas, sebab memungkinkan mereka menjadi bagian dari wajah kapitalisme hijau yang menggunakan alam sebagai alat pemasaran untuk menyelundupkan kepentingan politiknya.