Gambar: Muhammad Senanatha Ketua umum PP GMHI |
Morotainesw.com - Jakarta - Peristiwa Kanjuruhan Malang merupakan sejarah dalam dunia Sepak Bola bukan hanya di Indonesia namun tercatat di Internasional, peritiwa tersebut mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia dan ratusan orang terluka oleh penggunaan gas air mata dalam melakukan pengamanan terhadap kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.
Berdasarkan aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19 B tentang Pengamanan di Pinggir Lapangan, pasal tersebut berbunyi, “No Firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used”. Diartikan senjata api atau gas pengendalian tidak boleh digunakan. Segala bentuk pengamanan terhadap kondisi di Stadion tidak diperkenankan menggunakan senjata api atau gas air mata.
Berkaca terhadap Tragedi Accra Sports Stadium Disaster di Ghana tahun 2001 Derby terpanas antara dua klub ternama Accra Hearts Of Oak dan Asante Kotoko dimenangkan oleh tuan rumah dengan skor 2-1 sehingga menimbulkan kekesalan pendukung dari pihak Asante Kotoka dan mulai memicu kerusuhan dengan pelemparan kursi ke lapangan.
Kejadian tersebut langsung direspons oleh pihak keamanan dengan penembakan gas air mata sehingga menimbulkan kepanikan mengakibatkan 126 orang tewas. Hasil penyelidikan dalam tragedi tersebut polisi atau petugas keamanan dinyatakan sebagai pelaku utama karena bereaksi terlalu berlebihan dan berperilaku ceroboh dengan penembakan gas air mata serta peluru plastik.
Sistem Hukum FIFA
Dalam konteks teori kedaulatan pluralis dan teori organizational imperatives yang telah dijelaskan sebelumnya, maka FIFA sebagai federasi sepak bola internasional beserta seluruh konfederasi dan asosiasi anggotanya dapat disebut sebagai civil society dan market sekaligus dan state adalah pemerintah, dalam konteks tulisan ini adalah pemerintah Indonesia. Federation internationale de football association (FIFA) adalah sebuah organisasi yang status badan hukumnya sebagai federasi sepak bola internasional tunggal yang didirikan tanggal 21 Mei 1904 di paris perancis dan didaftarkan berdasarkan pasal 60 swiss civil code.
FIFA berperan dalam mengatur, mengawasi, dan membangun persepakbolaan dunia dan FIFA merumuskan aturan tentang persepakbolaan. Menurut Ken foster “lex sportivaas a global sport law” adalah sebagai peraturan hukum otonom dan indipenden, yang melintasi wilayah hukum negara, yang dibentuk oleh Lembaga-lembaga swasta global yang mengatur dan mengendalikan olahraga secara internasional. Karakter utamanya bahwa hukum olah raga global merupakan peraturan kontaktual, dengan kekuatan mengikatnya didasarkan pada perjanjian untuk menyerahkan kekuasaan dan hak kepada otoritas dan yurisdiksi federasi olahraga internasional tersebut. Selain itu, lex sportivaas a global sport law tidak di atur oleh sistem hukum nasional.
Penerapan Pasal Hukum Nasional dalam Tragedi Kanjuruhan
Jika mengacu terhadap kejadian di Ghana maka yang berpotensi melakukan pelanggaran adalah Kepolisian dan PSSI dikarenakan sudah ada aturan FIFA mengenai pengamanan di Stadion namun tidak dilaksanakan sehingga mengakibatkan korban meninggal berjumlah ratusan orang dan ratusan orang terluka ringan serta terluka berat. Dengan demikian kejadian tersebut merupakaan dugaan kelalaian dari kedua instansi.
Berdasarkan KUHP kejadian tersebut berpotensi terjerat Pasal 359 KUHP dan 360 KUHP yang berbunyi :
Pasal 359 KUHP :
“Barang siapa karena kesalahannya (kelaphaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”
Pasal 360 KUHP :
(1) “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum penjara selama- lamanya 5 tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun”.
(2) “Barang siapa karena kesalahannya (kealphaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling 9 bulan atau pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah”.
Oleh : Muhammad Senanatha
Ketua Umum Pimpinan Pusat Garda Mahasiswa Hukum Indonesia (PP GMHI)