Morotainews.com - Jakarta - Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, disebutkan bahwa kepala daerah yang masa pengangkatannya tahun 2017 dan 2018 akan berakhir pada tahun 2022 dan 2023.
Oleh sebab itu, dalam rangka mengisi masa kekosongan kepemimpinan tersebut, maka ditunjuk Pejabat Kepala Daerah yang akan memimpin daerah sampai dengan pelaksanaan Pilkada serentak secara nasional pada tahun 2024.
Di tahun 2022, terdapat 101 kepala daerah yang masa jabatannya berakhir salah satunya Bupati Morotai di Provinsi Maluku Utara.
Sebelumnya, Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba (AGK) mengusulkan 3 (tiga) pejabat Pratama di Pemerintah Provinsi Maluku Utara yakni Ahmad Purbaya, M. Sukur Lila dan Samaudin Banyo sebagai calon Pj.Bupati Pulau Morotai.
Namun, belakangan beredar kabar di media-media pemberitaan bahwa Mendagri Tito Karnavian ‘memuntahkan’ 3 usulan nama tersebut dan justeru menunjuk orang lain di luar dari yang sudah diusulkan oleh Gubernur Maluku Utara.
Dugaan kesewenangan Mendagri terhadap penunjukan Pejabat Bupati Morotai tersebut kami nilai sikap yang terkesan tidak menghargai adanya otonomi daerah dalam pengaturan pemerintah serta tidak mengedepankan prinsip demokrasi.
Olehnya itu, sebagai buah dari amanat reformasi dan upaya penegakan aturan, maka kami dari Solidaritas Pemuda Maluku Utara (SPMU) dengan ini menyatakan sikap:
1. Mengingatkan Mendagri Tito Karnavian agar tidak sewenang-wenang dan mengenyampingkan prinsip-prinsip keterbukaan, transparansi, dan akuntabel dalam menunjuk serta menetapkan Pejabat Kepala Daerah utamanya Pejabat Bupati Morotai yang dapat memicu munculnya polemik dan potensi konflik dikalangan masyarakat Kabupaten Morotai.
2. Menolak secara tegas dugaan kesewenangan yang dilakukan Kemendagri atas ketetapan atau penunjukan Pejabat Bupati Morotai yang tidak sesuai dengan usulan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam hal ini Gubernur, karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip desentralisasi kewenangan daerah dalam mengatur pemerintah daerah
3. Mendukung sikap Gubernur Maluku Utara, Bapak Abdul Ghani Kasuba dengan tetap berpegang pada pengusulan 3 nama serta menolak untuk melantik Pejabat Bupati Morotai yang bukan merupakan hasil usulan Pemerintah Provinsi serta bertentangan dengan keinginan rakyat di daerah.
4. Meningat pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak menjelaskan mekanisme dan tata cara pengisian jabatan pejabat kepala daerah,
Maka kami mendesak pemerintah agar segera membuat Perpu yang mengatur tentang segala ketentuan Pergantian atau Penetapan Pejabat Kepala Daerah demi menghindari konflik yang terjadi akibat berbedanya penetapan pemerintah pusat dengan keinginan daerah dalam hal penunjukan Pejabat Kepala Daerah khususnya pada tingkat kabupaten atau kota.