Morotainews.com - Selama abad ke-15 dan 16, Morotai berada di bawah pengaruh Kesultanan Ternate yang berkuasa. Merupakan inti sebuah kawasan besar bernama Moro yang termasuk pulau dan pesisir Halmahera yang dekat dengan Morotai ke selatan.
Pada pertengahan abad ke-16, pulau ini menjadi tempat misi Yesuit Portugis. Kesultanan Muslim Ternate dan Halmahera merasa tersinggung akan pelopor aktivitas penyebaran Agama itu dan berusaha mencegah misi itu dari pulau ini pada 1571, sebagai akibatnya Portugis hengkang dari kawasan itu. Pada abad ke-17, Ternate menggunakan kekuasaannya atas Morotai dengan memerintahkan berulang-ulang pada penduduknya agar pindah dari pulau itu. Pada awal abad itu para penduduknya pindah ke Dodinga, sebuah kota kecil di titik strategis pesisir barat Halmahera. Lalu pada 1627 dan 1628, Sultan Hamzah dari Ternate memerintahkan pindahnya penduduk Kristen ke Malayu, Ternate, agar lebih mudah dikendalikan.
Pulau Morotai menjadi lapangan terbang bagi Jepang selama PD II. Pulau ini diambil alih oleh angkatan Amerika Serikat pada September 1944 dan digunakan sebagai landasan serangan Sekutu ke Filipina pada awal 1945 serta ke Borneo timur pada Mei dan Juni tahun itu. Merupakan basis untuk serangan ke Jawa pada Oktober 1945 yang ditunda setelah penyerahan diri Jepang pada bulan Agustus.
Pulau Morotai sebagian besar berupa hutan dan memproduksi kayu serta damar dan sangat strategis sebagai jalur perdagangan di timur Indonesia. Selain itu, Pulau Morotai memiliki kekayaan alam seperti Emas, Biji besi, dan rempah-rempah seperti Cengkeh juga Pala, dan juga potensi wisata bahari yang mempesona.
Menurut salah satu penduduk setempat, Morotai berasal dari kata Morotia yang artinya tempat tinggal orang-orang moro. Orang moro adalah manusia misterius atau orang hilang (Jawa - Moksa) yang sulit dilihat dengan mata biasa, namun memiliki kebudayaan sebagai kelompok manusia biasa. Masyarakat Kabupaten Pulau Morotai memiliki hidup cenderung berkelompok, meski satu sama lainnya berbeda keyakinan. Kegotogroyongan, saling menghargai perbedaan keyakinan menjadi salah satu ciri masyarakat Kabupaten Pulau Morotai.
Sebagai pulau yang terlepas dari pulau besar Halmahera, Pulau Morotai tidak memiliki penduduk asli yang menetap secara turun temurun. Penduduk sekarang yang menetap dan beranak-pinak di Pulau Morotai berasal dari Suku Tobelo dan Suku Galela (TOGALE) di Pulau Halmahera, tepatnya di Kabupaten Halmahera Utara. Kedua suku (sub-etnis) tersebut mendominasi mayoritas penduduk Morotai hingga kini. Migrasi penduduk dari kedua suku ini disebabkan oleh bencana alam yaitu meletusnya gunung berapi di pulau Halmahera Utara.
Tarian adat Togale (tide-tide) |
Selain terdapat kedua etnis diatas (Suku Tobelo dan Suku Galela), kelompok-kelompok etnik lain yang mendiami Pulau Morotai diantaranya adalah berasal dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Jawa, Sumatera, Cina Maluku, dan lain-lain. Diantara mereka ada yang melakukan hubungan pernikahan dengan penduduk asli setempat dan ada yang tinggal sementara waktu untuk mencari nafkah. Mayoritas penduduk Pulau Morotai beragama Islam dan Kristen, sebagian kecil lainnya pemeluk agama Konghucu, Hindu, dan Budha.